Wednesday, September 10, 2014

Luasnya Jaringan Sosial

Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi melalui jejaring sosial. Jejaring sosial merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi  yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.
Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang dapat membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Twitter, Path, dan lain sebagainya. Namun, pada saat ini jejaring sosial yang sedang marak adalah Path. Disini, saya akan membahas mengenai dampak konflik dari jejaring sosial Path yang baru saja terjadi pada masyarakat Indonesia.
Ya.. Pasti, sudah tidak asing lagi mendengar kata konflik. Banyak sekali konflik yang terjadi di sekitar kita tanpa kita sadari. Konflik ini sendiri dapat terjadi tidak hanya dari masalah yang besar saja, melalui masalah yang kecil atau sepele pun dapat menjadi besar. Salah satu contoh konflik yang saya ingin ambil dan bahas adalah konflik Florence Sihombing, mahasiswa S2 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang mengungkapkan kekesalannya di jejaring sosial Path.
Tepat pada Kamis, 28 Agustus 2014 kemarin, Florence yang menggunakan sepeda motor sedang mengantri membeli bensin di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Lempuyangan, Yogyakarta. Saat itu, ia hendak membeli Pertamax yang menyelonong memotong antrian mobil hingga sampai akhirnya ditegur oleh salah anggota TNI yang berjaga. Ia marah namun tetap tidak boleh memotong antrian.
Merasa tidak terima dan kecewa dengan kejadian tersebut, sekeluar dari SPBU, Florence menumpahkan serta meluapkan kekesalannya di jejaring sosial Path. Salah satu ungkapan kekesalannya, yaitu: "Jogja miskin, tolol, miskin, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di Jogja”, karena dinilai menjelekkan dan menghina warga Yogyakarta, status itu kemudian disebar di media jejaring sosial dan mendapat reaksi negatif dari masyarakat. Florence pun di cerca.
Lalu pada Jumat, 29 Agustus 2014, Florence meminta maaf kepada masyarakat dan Raja Keraton Sri Sultan Hamengkubuwono X. Ia mengaku tidak memiliki maksud menghina atau mencemarkan nama baik Yogyakarta. Tetapi, Florence tidak meminta maaf secara langsung dan terbuka pada publik, melainkan melalui pernyataan tertulis yang dibacakan oleh pengacaranya, Wibowo Malik.
Setelah meminta maaf yang diwakili oleh pengacaranya itu, pada Sabtu, 30 Agustus 2014, Penyidik Reserse Kriminal Khusus Polda D.I. Yogyakarta memeriksa Florence. Segera setelah disidik, status Florence yang semula terlapor ditingkatkan menjadi tersangka, dan saat itu juga ditahan.
Adanya, konflik Florence yang terjadi ini saya pribadi ingin memberikan sedikit pesan kepada pembaca untuk berhati-hati dalam bertutur kata. Sebab, seperti yang kalian ketahui media sosial itu bersifat sangat luas. Kita pun harus dapat membedakan serta memilah mana pernyataan yang bersifat positif dan mana juga pernyataan yang bersifat negatif. Maka dari itu, mulai sekarang selektif lah dalam segala hal agar tidak terjadi lagi hal yang tidak diinginkan.


Adinda Intan Nurbaity
2013 – 022 – 083

1 comment: