Sunday, November 16, 2014

Forrest Gump


“Run forrest run forest…. Ruuun”, ucap Jenny sahabat sejati Forrest dalam film Forrest Gump. Film Forrest Gump merupakan salah satu film inspiratif yang telah mendapatkan berbagai penghargaan.

Film ini berkisah tentang seorang anak yang terlahir dengan keadaan kurang sempurna. Namanya Forrest Gump. Ada sedikit kelainan pada kakinya sehingga dia harus memakai penjepit kaki sebagai alat bantu. Selalin itu mentalnya juga agak terbelakang. Tetapi itu tak membuat kasih sayang ibunya berkurang. Ibunya selalu mengajarkannya tentang hikmah-hikmah kehidupan. Mungkin itu yang membuatnya bisa terus hidup dengan ketulusan hati.


Semasa kecil, banyak anak-anak yang tidak mau berteman dengan dengan Forrest. Alasannya karena dia berbeda. Untunglah ada peri kecil nan cantik yang mau berteman dengannya. Dialah Jenny, teman satu-satunya yang dimiliki Forrest Gump pada saat itu. Jenny pulalah yang membuat Forrest bisa berlari kencang tanpa memakai penjepit kaki lagi. Momennya saat Forrest diolok-olok, Jenny menyuruhnya berlari. Lari. Lari. Sekencang-kencangnya.

Tanpa disadari Forrest berlari dengan kencang sekali. Dari situlah jalan suksesnya mulai terbuka. Karena bakat larinya, ia direkrut masuk kedalam tim football. Forrest pun sukses menjadi pemain football karena larinya yang cepat sekali bagai angin. Dia menjadi bintang. Tidak berhenti disitu saja, suksesnya terus berlanjut. Ia masuk ke kesatuan tentara, lalu menjadi pahlawan saat perang Vietnam. Ia juga menemukan bakat barunya, ia pandai bermain ping-pong. Lagi-lagi dia menjadi bintang.


Bagi saya film ini banyak mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan. Ketulusan hati, ketabahan hidup, dan semangat untuk terus berjuang diramu menjadi satu paket dalam film ini. Ada salah satu bagian dialog yang paling menyentuh hati saya. Dialog antara Forrest dan Ibunya disaat-saat kematian ibunya.

Forrest Gump: What’s the matter, Mama?
Mrs. Gump: I’m dying, Forrest. Come on in, sit down over here.
Forrest Gump: Why are you dying, Mama?
Mrs. Gump: It’s my time. It’s just my time. Oh, now, don’t you be afraid, sweetheart. Death is just a part of life. Something we’re all destined to do. I didn’t know it, but I was destined to be your mama. I did the best I could.
Forrest Gump: You did good.
Mrs. Gump: Well, I happen to believe you make your own destiny. You have to do the best with what God gave you.
Forrest Gump: What’s my destiny, Mama?
Mrs. Gump: You’re gonna have to figure that out for yourself. Life is a box of chocolates, Forrest. You never know what you’re gonna to get.
Forrest Gump: [voice over] Mama always had a way of explaining things so I could understand them.
Mrs. Gump: I will miss you, Forrest.
Forrest Gump: [voice over] She had got the cancer and died on a Tuesday. I bought her a new hat with little flowers on it.
[back on the bus bench where the elderly woman sitting next to Forrest is crying]
Forrest Gump: And that’s all I have to say about that.
Konteks sosial yang saya dapatkan dari film ini yaitu kepribadian adalah pola unik atau khas dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang dimiliki oleh setiap orang yang membedakan orang satu dengan lainnya dan tidak mudah berubah dalam lintas waktu atau situasi. Perkembangan kepribadian disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor hereditas (bentuk tubuh, cairan tubuh, dan keturunan) dan faktor lingkungan (lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat). Perlakuan dan perawatan yang baik dari orang tua dapat membawa dampak yang baik bagi perkembangan anak dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga anak dapat menjadi pribadi yang sehat. Anak yang dibesarkan di dalam lingkungan yng harmonis, yaitu dengan penuh curahan kasih sayang, perhatian, dukungan, dan bimbingan di bidang agama, maka kepribadian anak tersebut cenderung positif dan sehat. Sedangkan anak yang dibesarkan dari lingkungan keluarga yang broken home (orang tua berpisah), kurang harmonis, penuh kekerasan, orang tua yang diktator, orang tua yang peduli dengan anak, maka perkembangan kepribadiannya cenderung mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian diri.

Adinda Intan Nurbaity
2013 – 022 – 083